Pendekatan Sistem (Pendekatan Struktural Fungsional)
Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Sistem Politik
Di tahun 1970-an, ilmuwanpolitik Gabriel Almond dan Bingham Powell memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak hanya melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing. Keduanya juga menekankan bahwa institusi-institusi tersebut harus ditempatkan ke dalam konteks historis yang bermakna dan bergerak dinamis, agar pemahaman dapat lebih jelas. Ide ini berseberangan dengan pendekatan yang muncul dalam lingkup perbandingan politik seperti: teori negara-masyarakat dan teori dependensi.
Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem politik merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam merumuskan dan melaksanakan tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara merupakan bagian dari pembuat kebijakan dalam sistem politik.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori sistem Easton dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural-fungsional merupakan suatu pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik sama pentingnya, yaitu sebagai subyek dari hukum “stimulus dan respon” yang sama—atau input dan output. Pandangan ini juga memberikan perhatian cukup terhadap karakteristik unik dari sistem itu sendiri.
Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci, termasuk kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan peradilan. Menurut Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut. Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.
Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan nilai dan kepercayaan untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga, sekolah, media, perkumpulan religius, dan aneka macam struktur politik yang membangun, menegakan, dan mentransform pentingnya perilaku politik dalam masyarakat. Dalam terminologi politik, sosialisasi politik merupakan proses, dimana masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan menjadi warga negara yang efektif. Rekrutmen mewakili proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan partisipasi dari warga negara, untuk memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam kantor pemerintahan. Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui berbagai struktur yang menyusun sistem politik.
Di tahun 1970-an, ilmuwanpolitik Gabriel Almond dan Bingham Powell memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak hanya melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing. Keduanya juga menekankan bahwa institusi-institusi tersebut harus ditempatkan ke dalam konteks historis yang bermakna dan bergerak dinamis, agar pemahaman dapat lebih jelas. Ide ini berseberangan dengan pendekatan yang muncul dalam lingkup perbandingan politik seperti: teori negara-masyarakat dan teori dependensi.
Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem politik merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam merumuskan dan melaksanakan tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara merupakan bagian dari pembuat kebijakan dalam sistem politik.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori sistem Easton dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural-fungsional merupakan suatu pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik sama pentingnya, yaitu sebagai subyek dari hukum “stimulus dan respon” yang sama—atau input dan output. Pandangan ini juga memberikan perhatian cukup terhadap karakteristik unik dari sistem itu sendiri.
Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci, termasuk kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan peradilan. Menurut Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut. Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.
Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan nilai dan kepercayaan untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga, sekolah, media, perkumpulan religius, dan aneka macam struktur politik yang membangun, menegakan, dan mentransform pentingnya perilaku politik dalam masyarakat. Dalam terminologi politik, sosialisasi politik merupakan proses, dimana masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan menjadi warga negara yang efektif. Rekrutmen mewakili proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan partisipasi dari warga negara, untuk memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam kantor pemerintahan. Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui berbagai struktur yang menyusun sistem politik.
Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari membangun dan mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sampai terjun dalam peperangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang disebut struktur, seperti parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan fungsi khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan, dan menegakan kebijakan.
Struktur harus dikaitkan dengan fungsi, sehingga kita dapat memahami bagaimana fungsi berproses dalam menghasilkan kebijakan dan kinerja. Fungsi proses terdiri dari urutan aktifitas yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan implementasinya dalam tiap sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan kebijakan, dan implementasi dan penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena mereka memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan, beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus memutuskan apa yang mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai ketika kepentingan tersebut diungkapkan atau diartikulasikan.
Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam alternatif pilihan, seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih tinggi atau kurang, dimana dukungan politik dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan kebijakan kemudian disertakan. Siapapun yang mengawasi pemerintahan akan mendukung salah satu, baru kemudian pembuatan kebijakan mendapatkan legitimasi. Kebijakan harus ditegakkan dan diimplementasikan, dan apabila ada yang mempertanyakan ataupun melanggar harus melalui proses pengadilan.
Namun demikian, Almond menyadari bahwa pendekatan struktural-fungsional dalam memahami sistem masih banyak kekurangan. Almond kemudian mencontohkan hasil penelitian Theda Scokpol, mengenai studi sistem politik mencari penyebab terjadinya revolusi dengan mengamati perubahan politik di berbagai negara melalui perbandingan lembaga-lembaga yang ada pada periode historis ataupun rejim pemerintahan yang berbeda, sebagai alternatif, disamping pendekatan dynamic developmental atau pendekatan dinamika pembangunan sebagai pelengkap pendekatan struktural fungsional dalam memahami sistem politik.
Namun demikian, pendekatan struktural-fungsional ternyata belum cukup lengkap dalam menjelaskan fenomena perubahan politik yang ada. Faktor budaya politik (political culture) sebagai bagian penting dari sistem politik yang sangat berkaitan erat dengan sejarah perjalanan suatu bangsa. Terpisah dari siapa yang memaknai dan mendominasi bahasa sejarah, tetap nilai-nilai historis akan berperan penting sebagai pertanda lahirnya suatu peradaban ataupun budaya masyarakat tertentu.
Oleh karena itu penggabungan antara pendekatan analisa sistem, pendekatan struktural-fungsional dengan sejarah akan melengkapi pemahaman kita akan sistem politik Indonesia yang sedang dipelajari. Sehingga struktur dan fungsi terkandung dalam sistem politik sekarang: partai politik; kelompok kepentingan; lembaga eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan dapat kita prediksi kecenderungannya di masa mendatang.
Pedekatan ini menggunakan model sistem politik yang dikemukakan oleh David Easton. Dalam hal ini kebijakan publik dipandang sebagai tanggapan dari sistem politik atas permintaan ataupun dorongan lingkungan. Sistem politik yang dimaksudkan di sini adalah jaringan institusi dan kegiatan dalam masyarakat yang dapat menciptakan suatu keputusan atau alokasi-alokasi otoritatif. Kekuatan-kekuatan yang timbul dalam lingkungan dapat mempengaruhi sistem politik disebut sebagai input yang terdiri dari demand dan support dengan fungsi pada sistem untuk mentransformasi input tersebut menjadi output.
Pendekatan ini mudah sekali diterapkan dalam analisa politik luar negeri. Konsep ini bisa menggambarkan bagaimana proses pembuatan keputusan berlangsung dengan cara memandang orang yang secara bersama-sama terlibat dalam proses politik luar negeri sebagai membentuk suatu sistem. Yang dianggap paling tepat untuk menggambarkan politik luar negeri adalah analisis “input-output”. Konsep-konsep yang diterapkan antara lain sebagai berikut : Input adalah pemasukan informasi atau sumber daya ke dalam sistem. Memory terdiri dari fasilitas dan proses menyimpan dan memanggil kembali informasi. Keputusan adalah komitmen, berdasar analisis tentang informasi yang ada dan kemampuan yang dipunyai, untuk melakukan tindakan terhadap lingkungan. Output adalah tindakan suatu sistem. Tujuan adalah apa saja yang dimaksud akan dikejar melalui tindakan itu. Terakhir feedback adalah informasi baru tentang akibat dari tindakan yang telah dilakukan, yaitu yang menjadi dasar bagi sistem itu untuk memulai siklus itu kembali.
Analisis bisa memakainya untuk membedakan suatu sistem dari lingkungannya dan dalam hal negara-bangsa batas itu jelas. Dalam proses politik luar negeri, input itu bisa diukur, misalnya angka anggaran belanja, statistik angkatan bersenjata, suara dalam pemilihan umum dan data-data lain. Input ini bisa juga berwujud berita tentang apa yang terjadi di dunia melalui ratusan telegram, telex, faximile yang masuk ke departemen luar negeri setiap harinya dari berbagai perwakilan atau pejabat intelejennya di seluruh dunia atau melalui pembicaraan langsung presiden dengan para duta besarnya di luar negeri. Dalam pengertian ini, sebenarnya kedutaan besar berfungsi sebagai kuping bagi pemerintahnya. Konsep-konsep lain dalam pendekatan sistem juga bisa diterapkan disini, misalnya, suatu bangsa juga mempunyai “memory” dalam bentuk buku sejarah, arsip, kebudayaan, tradisi, ingatan pribadi pemimpinnya. Output dari politik luar negeri juga bermacam-macam, mulai dari diplomatik hingga perang.
Yang menarik adalah kenyataan bahwa ketika berpikir dalam kerangka konsep ini dengan mudah melihat titik lemah dalam pembuatan keputusan politik luar negeri. Analisis input-output sering juga menerapkan teori komunikasi dan sibernetika, yang menekankan bahwa pemerintah dalam berhubungan internasional merupakan jaringan komunikasi, karena itu analisis mengumpulkan informasi tentang dan meneliti secara seksama arus komunikasi yang berkaitan dengan suatu sistem.
Penerapan pendekatan sistem dalam hal pembuatan keputusan dalam suatu sistem merupakan tahap yang sangat penting. Seorang pembuat keputusan menilai situasi yang dihadapi dan menggabungkan penilaian itu dengan gambaran tentang kemampuan yang dipunyai. Berdasarkan itu kemudian ia memilih diantara altenatif –alternatif tindakan yang mungkin utnuk dilakukan. Memilih salah satu dari pilihan-pilihan itu adalah tindakan pengambilan keputusan. Sejak berabad-abad analisis politik tertarik dengan masalah pembuatan keputusan. Yang baru adalah upaya melakukannya secara sistematik, yaitu menemukan unsur-unsur konstan dalam pembuatan sebagai suatu proses.
Yang menarik adalah kenyataan bahwa ketika berpikir dalam kerangka konsep ini dengan mudah melihat titik lemah dalam pembuatan keputusan politik luar negeri. Analisis input-output sering juga menerapkan teori komunikasi dan sibernetika, yang menekankan bahwa pemerintah dalam berhubungan internasional merupakan jaringan komunikasi, karena itu analisis mengumpulkan informasi tentang dan meneliti secara seksama arus komunikasi yang berkaitan dengan suatu sistem.
Penerapan pendekatan sistem dalam hal pembuatan keputusan dalam suatu sistem merupakan tahap yang sangat penting. Seorang pembuat keputusan menilai situasi yang dihadapi dan menggabungkan penilaian itu dengan gambaran tentang kemampuan yang dipunyai. Berdasarkan itu kemudian ia memilih diantara altenatif –alternatif tindakan yang mungkin utnuk dilakukan. Memilih salah satu dari pilihan-pilihan itu adalah tindakan pengambilan keputusan. Sejak berabad-abad analisis politik tertarik dengan masalah pembuatan keputusan. Yang baru adalah upaya melakukannya secara sistematik, yaitu menemukan unsur-unsur konstan dalam pembuatan sebagai suatu proses.
Keuntungan yang diperoleh apabila pendekatan sistem ini dilaksanakan antara lain :
1. Jenis dan jumlah input dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga penghamburan sumber, tata cara dan kesanggupan yang sifatnya terbatas akan dapat dihindari.
2. Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai output sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan.
3. Output yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih cepat dan objektif.
4. Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program.
1. Jenis dan jumlah input dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga penghamburan sumber, tata cara dan kesanggupan yang sifatnya terbatas akan dapat dihindari.
2. Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai output sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan.
3. Output yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih cepat dan objektif.
4. Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program.
Sekalipun banyak kelebihan dari pendekatan sistem ini, bukan berarti pendekatan ini tidak memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan yang paling penting adalah dapat terjebak dalam perhitungan rinci, sehingga meyulitkan pengambilan keputusan dan dengan demikian masalah yang dihadapi tidak dapat diselesaikan.
Fokus pendekatan sistem berawal pada adanya tuntutan, harapan, dan dukungan, sebagai prasyarat sebelum memasuki proses konversi dalam sistem politik. Setelah melalui proses konversi barulah keluar keputusan mengikat seluruh anggota masyarakat dalam bentuk hukum ataupun perundangan. Hukum dan perundangan tersebut, pada gilirannya, akan menciptakan reaksi berupa opini dalam masyarakat, menghasilkan masukan baru, dan kembali menciptakan tuntutan dan atau dukungan baru.
Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan berbagai aspek dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem. Proses penggabungan akan membuka peluang untuk melembagakan aneka realitas politik yang rumit dan kemudian mensistemasikannya dalam sistem, tanpa melupakan politik yang sifatnya multidimensi.
Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain karena: (1) sifatnya yang mutlak; (2) teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa sistem dapat hancur atau konflik; (3) teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem. Dengan kata lain, pendangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat diisolasi dari yang lainnya (lihat otonomi, kedaulatan); (4) teori ini mengingkari keberadaan suatu negara; (5) teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem yang timbul akibat variasi. (lihat autoriarianianisme).
Berangkat dari kelemahan tersebut, lahirlah kemudian turunan teori sistem politik Almond dengan pendekatan struktural-fungsional, meninjau sistem politik suatu negara dari struktur dan fungsi institusi yang ada sebagai suatu bagian integral dari sistem politik dunia. Dalam hal ini sistem politik tidak memungkiri adanya pengaruh sistem politik dunia yang dominan seperti halnya negara-negara adidaya, contoh: Amerika Serikat sebagai kekuatan dunia satu-satunya pasca kejatuhan Uni Soviet di tahun 1991.
Oleh karena itu, pendekatan struktural-fungsional sistem politik akan melengkapi pemahaman terhadap sistem politik yang sudah terlebih dulu dirumuskan oleh Easton.
Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan berbagai aspek dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem. Proses penggabungan akan membuka peluang untuk melembagakan aneka realitas politik yang rumit dan kemudian mensistemasikannya dalam sistem, tanpa melupakan politik yang sifatnya multidimensi.
Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain karena: (1) sifatnya yang mutlak; (2) teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa sistem dapat hancur atau konflik; (3) teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem. Dengan kata lain, pendangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat diisolasi dari yang lainnya (lihat otonomi, kedaulatan); (4) teori ini mengingkari keberadaan suatu negara; (5) teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem yang timbul akibat variasi. (lihat autoriarianianisme).
Berangkat dari kelemahan tersebut, lahirlah kemudian turunan teori sistem politik Almond dengan pendekatan struktural-fungsional, meninjau sistem politik suatu negara dari struktur dan fungsi institusi yang ada sebagai suatu bagian integral dari sistem politik dunia. Dalam hal ini sistem politik tidak memungkiri adanya pengaruh sistem politik dunia yang dominan seperti halnya negara-negara adidaya, contoh: Amerika Serikat sebagai kekuatan dunia satu-satunya pasca kejatuhan Uni Soviet di tahun 1991.
Oleh karena itu, pendekatan struktural-fungsional sistem politik akan melengkapi pemahaman terhadap sistem politik yang sudah terlebih dulu dirumuskan oleh Easton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar