Aku berjalan menusuri pinggir pantai yang berpasir sangat lembut ini, ku tanggalkan jejak langkahku di pasir yang ku injak, tapi aku tak dapat menanggalkan rasa cinta dan kerinduan yang mendalam padanya, iya, pada dia yang dulu berjalan berdampingan denganku menyusuri indahnya Pantai ini..
Hari ini, berdiriku di hadapan laut dengan ombak yang berteriak kecil, ku tatap lekat-lekat smartphone ku... Sampai akhirnya Jet Lag bersenandung dari smartphone itu. Dengan cekatan, langsung ku jawab panggilan yang memang sedari tadi aku tunggu.
A : Aku di pondok tempat biasa kita bermain gitar dulu, pondoknya masih rapi, kau pasti akan sangat gampang menemukannya.
L : Aku telah mendapatkan lokasimu.
Langsung ku tutup telpon, dan ku berlari menuju tempat yang diarahkan penelepon tadi. Tanpa waktu yang lama, aku telah berhasil menemukan sang Penelepon tadi.
Tubuhnya yang berisi, kulitnya yang sawo matang, dan satu hal yang tidak pernah berubah adalah lesung pipi dan senyum manisnya, langsung menyambutku dengan berseri-seri. Sekejap kami terpaku dalam pelukan hangat sepasang sahabat yang sudah terpisahkan jarak selama hampir 1 tahun lamanya. Arsyad, ya, namanya Arsyad, teman SMA ku yang kini tengah menuntut ilmu di luar kota. Kedatangannya kemari dalam rangka liburan semester, kami memang telah merencanakan pertemuan ini dari jauh hari.
L : Syad, kamu tidak berubah, tubuh, hingga lesung pipimu tetap seperti dulu, selalu menawan. Godaku padanya.
A : Ah kamu ini Laila, bisa saja menggodaku. Kamu juga sepertinya tidak banyak berubah, hanya tampak sedikit lebih berisi.
Aku hanya tersipu mendengar perkataan Arsyad tadi, ingin ku katakan bahwa perasaanku padanya juga tidaklah berubah, tetap sama, tetap menyayanginya seperti dulu. Ingin aku katakan, namun selalu tertahan dibibir. Bukan, ini bukan semata karena ketidakberanianku, tapi ini adalah rasa yang tidak seharusnya, mencintai sahabatku, sahabat eratku. Lamunanku tersadar dikala Arsyad menawariku untuk minum kelapa muda di sebuah kedai yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan tempat kami duduk.
A : Lai, minum es kelapa muda yok? udah lama banget kita ga minum sambil liatin pantai.
L : Boleh juga syad, tapi kamu aja ya yang ambilin dan bawa kesini es nya, aku males nih, udah nyaman disini hehee..
A : (mencubit pipi Laila) dasar kamu, ga berubah ya, tetep aja malesnya itu kebangetan, yaudah aku ambilin. Tunggu disini ya.
L : (melepaskan tangan Arsyad dari pipinya) ih kamu, iya udah cepetan sana!
Arsyad pun berlari menuju kedai, aku terus memperhatikan setiap gerak-geriknya sambil tertawa gemas.
Tak banyak hal yang kami lakukan sore itu, kami berdua hanya bercengkrama dan saling berbagi tentang pengalaman kuliah di kota orang. Sejuknya suasana di pantai ini sungguh membawa kedamaian pada diriku, kedamaian itu makin lengkap ketika aku didampingi sahabat tercinta.
L : Syad, coba yaa kita bawa gitar, pasti lebih seru lagi nih nongkrongnya
A : Aku tadi mau bawa Lai, tapi buru-buru, takutnya kamu nunggu lama disini. Maaf yaa
L : yah, coba dibawa aja tadi Syad, kamu juga kan bisa sms aku kalo kamu telat karena mau bawa gitar, huuu..
A : ya maaf lai, ga kepikiran sih. Eh kita nyanyinya pake MP3 aja, sama serunya loh
L : Ih, beda tau Syad, MP3 itu ada vocal nya -_____________-
A : Eits tenang, aku ada lagu yang biasa kita nyanyiin dulu yang cuma instrumentnya aja Lai, accoustic lagi, coba dengerin dulu deh, baru komentar beb (ambil handphone trus ngeplay instrument lagu Semua Tentang Kita)
L : wah keren banget, kayanya versi ini lebih asik ya kalo dinyanyiin hehhe.
Kita berdua terbawa dalam lagu itu, kita tertawa, saling bercanda satu sama lain dan kita nyanyi lagu itu. Versi lagu yang lebih asik membuat kita jadi joget-joget ga karuan gitu hahhaa. Seru, bahagia, semuanya terkumpul menjadi satu dan yang pasti, aku tak lupa mengabadikan moment bahagia seperti itu. Ku tatap dalam-dalam mata Arsyad, ku cari, apakah ada celah untuk namaku di hatinya, atau aku dihatinya tetap sama? tetap sebagai sahabat saja? dan seketika semuanya terhenti, tawa, canda, nyanyian, dan musik yang keluar dari handphone Arsyad. Ada telepon masuk.
Arsyad memberikan isyarat untuk menjauh dariku dan menerima telepon itu. Aku pun menganggukan kepala singkat.
Otakku tak pernah berhenti berfikir untuk melihat kedalam hati laki-laki yang telah ku cintai sejak SMA dulu. Rasanya ingin ku teriakkan bahwa aku menyayanginya, namun bibir ini tak dapat berkata, otak ini tak dapat berfikir jernih ketika aku bertatapan mata dengan matanya.
Aku kembali tersadar dari lamunanku, Arsyad datang dengan tergesa-gesa. Ada apakah gerangan? tanyaku dalam hati.
L : Kamu kenapa syad?
A : (memegang tanganku) Lai, kita balik ya? aku buru-buru nih.
wajahnya begitu cemas.
L : iya iya kita balik, kamu kenapa sih syad?
A : Nanti aku ceritain di mobil Lai.
kita berdua bergegas ke mobil yang parkir tak jauh dari tempat kami duduk tadi. setelah duduk di mobil dan mengarahkan mobilnya ke jalan, Arsyad pun mulai bercerita.
A : sorry ya lai, kita jadi buru-buru dan gabisa lebih lama lagi nongkrongnya.
L : iya gapapa syad, emangnya kamu kenapa sih? kayanya cemas dan buru-buru banget :s
A : Jadi tadi itu pacar aku nelepon, dia udah dateng kesini sama orang tuanya. Aduh aku pasti lupa cerita ama kamu kalo aku mau ngenalin calon tunangan aku ya? Oke jadi gini Lai, aku balik ke sini, bukan cuma liburan semester aja, tapi aku mau ngenalin calon tunangan aku ke keluarga disini, dan termasuk ama kamu juga. Nah tadi pagi dia udah bilang kalo dia berangkat kesini tuh malem, eh ternyata dia bikin kejutan, sekarang dia udah di bandara Lai.
Hatiku tersentak ketika mendengar cerita Arsyad tadi, ternyata kini dia telah memiliki calon tunangan, ternyata sikapnya yang ku anggap istimewa padaku adalah hal biasa untuknya, ternyata rasaku ini padanya yang telah ku pertahankan, sia-sia begitu saja. Tangisku hampir pecah, namun ku tahan. Aku merasa begitu jauh dengannya, dengan orang yang amat ku cintai. Kami bagaikan terpisah jarak yang tak dapat diperhitungkan, bukan, bukan kematian yang menjadi jarak pemisah, tapi jarak itu adalah disaat dia tak tahu bahwa aku, orang yang kini didekatnya, sungguh sangat mencintainya.
A : Lai? kamu gapapa? maaf dong ya aku ga kasih tau kamu :(
L : ah aku gapapa, cuma aku kesel aja kamu lupa kasih tau aku kabar sebahagia ini hehe. tapi apa kamu yakin udah mau tunangan syad? kita masih semester 5 loh. apa ga terlalu cepat?
A : Aku lupa sayang, aku traktir cokelat deh sebagai permintaan maaf aku hehe.. Oh iya, aku yakin kok, kita udah cukup lama pacaran, sejak masuk kuliah, orangnya baek kok lai, kamu jangan takut ya..
L : Wah boleeh, sepuasnya ya syad :P oh ya bagus dong kalo kaya gitu ya.
A : Kamu gapapa kan Lai?
L : Aku gapapa, eh tar mau mampir dulu ga ke rumah?
A : Ehm ga deh kayanya, tar aku pamit aja ama bapak ama ibu kamu trus aku langsung jemput Zizi deh.
L : Oh namanya zizi ya, yaudah kalo gitu..
A : Iya, namanya zizi. eh udah sampe nih, tunggu aku bukain pintu ya.
Arsyad memang begitu baik pada wanita, ya setidaknya itu sepengetahuanku. Dari kacamataku, dia lelaki sempurna, dia taat beribadah, tidak banyak meminta, menerima kekurangan, dia punya segalanya.
Sesampainya di halaman rumah, ibu dan bapak yang sedang mengobrol di teras terkejut dengan kedatangan kami..
Bapak : Heh, Arsyad, kapan kamu datang nak? sini duduk dulu..
Arsyad : (sungkem) saya baru datang kemarin pak, wah maaf pak, saya langsung saja, sudah ada janji dengan keluarga, nanti saya main lagi pak.
Ibu : wah sayang sekali ya, yasudah kalau begitu, titip salam ya nak untuk keluargamu.
A: iya bu, makasih bu, arsyad pamit dulu ya, pak, bu, lai.
L: Iya, ati-ati ya syad.
Arsyad telah berlalu, namun duka dan penyesalanku baru saja datang, aku segera naik ke lantai atas rumahku, ku tutup rapat kamarku. Tangisku pecah, betapa sakitnya mendengar apa yang telah arsyad ceritakan padaku. Semua rasa yang ku jaga, semua harapan yang ku bina, dan semua yang telah aku pertahankan untuknya, kini sia-sia. Harapanku punah, anganku sirna, kini orang yang ku sayangi akan pergi lagi, pergi meninggalkanku menuju kebahagiannya. Kini kami kembali terpisahkan, terpisahkan oleh rasa yang tak pernah menyatu. Harapan yang tadi datang, seolah sirna dengan tetes demi tetes air mata dari ujung mataku. Rinduku memang telah terbalaskan, tapi tidak demikian dengan cintaku.
Wanita, tak pernah bisa mengungkapkan dengan nyata akan rasa yang lebih terhadap seseorang. Begitu juga denganku, meskipun gejolak dalam dada ingin ku mengatakan ini padanya, namun bibir ku kaku tak berdaya, pesonanya telah mematikan syarafku, syaraf keberanian dan kejujuranku. Kini aku hanya meratapi penyesalan. Penyesalan yang terbalutkan senyum ketika muncul pesan singkat darinya yang memancarkan kebahagiaan menuju hari pertunangan dengan Zizi, orang yang telah mengisi hatinya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar